Minggu, 19 Juni 2011
JENIS DETEKTOR RADIASI
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
JENIS-JENIS DETEKTOR
1. Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang mengukur radiasi.
Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM).
• Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah.
Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
• Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.
• Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi.
Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya.
Detektor ini merupakan detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.
2. Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
1. proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan
2. proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier
• Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu.
Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi.
Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi.
- Kristal NaI(Tl)
- Kristal ZnS(Ag)
- Kristal LiI(Eu)
- Sintilator Organik
• Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogen.
Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancar¬kan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier.
• Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
3. Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong.
Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7.
Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN.
Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak.
Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
2.3 KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN DETEKTOR
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian.
Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor.
Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik.
Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti.
Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
Jumat, 17 Juni 2011
KuLiah UmuM 2011
Pada tanggal 25 mei ATRO UNBRAH mengadakan kuliah umum di aula kampus, dengan peserta para alumni, mahasiswa seluruh angkatan, para dosen, dan tamu undangan. dengan pembicara pimpinan ATRO DEPKES Semarang Bapak Drs. SUGIANTO, MApp. Sc dan perwakilan dari BURLIAN MUKNI SH. MKes.
photo bersama di kuliah umum..
Selasa, 07 Juni 2011
HUBUNGAN ANTAR TULANG
HUBUNGAN ANTAR TULANG
§ Hubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya disebut artikulasi.§ Agar artikulasi tersebut dapat bergerak diperlukan struktur khusus yang dinamakan dengan sendi.
§ Sendi dibentuk dari kartilago yang berada di daerah sendi.
§ Di dalam sistem rangka manusia terdapat tiga jenis hubungan antartulang, yaitu:
1.Sinartrosis yaitu sendi yang tidak dapat digerakkan à sendi mati
2.Amfiartrosis yaitu sendi yang pergerakannya sedikit à Sendi kaku
3.Diartrosis yaitu sendi yang pergerakannya bebas à Sendi gerak
SINARTROSIS adalah hubungan antar tulang yang tidak memiliki celah sendi.
§ Hubungan antar tulang ini dihubungkan dengan erat oleh jaringan ikat yang kemudian menulang sehingga sama sekali tidak bisa digerakkan.
§ Ada dua tipe sinartrosis, yaitu:
a.Sutura
Sutura adalah hubungan antar tulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut padat. Contohnya pada tulang tengkorak.
b.Sinkondrosis
Sinkondrosis adalah hubungan antartulang yang dihubungkan oleh kartilago hialin. Contohnya hubungan antara epifisis dan diafisis pada tulang dewasa.
AMFIARTROSIS
§ adalah sendi yang dihubungkan oleh kartilago sehingga memungkinkan untuk sedikit digerakkan.
§ Amfiartrosis dibagi menjadi dua, yaitu:
a.Simfisis
Pada simfisis, sendi dihubungkan oleh kartilago serabut yang pipih. Contohnya pada sendi antartulang belakang dan pada tulang kemaluan.
b.Sindesmosis
Pada sindesmosis, sendi dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contohnya sendi antartulang betis dan tulang kering.
DIARTROSIS adalah hubungan antartulang yang kedua ujungnya tidak dihubungkan oleh jaringan sehingga tulang dapat digerakkan.
a. Sendi luncur/Geser
Pada sendi luncur, kedua ujung tulang agak rata sehingga menimbulkan gerakan menggeser dan tidak berporos. Contohnya sendi antartulang pergelangan tangan, antar tulang pergelangan kaki, antar tulang selangka dan tulang belikat.
b. Sendi kondiloid/ ellipsoid
Sendi kondiloid memungkinkan gerakan berporos dua dengan gerakan ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang. Ujung tulang yang satu berbentuk oval dan masuk ke dalam suatu lekuk berbentuk elips. Misalnya sendi antara tulang pengumpil dan tulang pergelangan tangan
c. Sendi engsel
Pada sendi engsel, kedua ujung tulang berbentuk engsel dan berporos satu. Gerakannya hanya satu arah seperti gerak engsel pintu. Misalnya gerak sendi pada siku, lutut, mata kaki, dan ruas antarjari.
d. Sendi putar
Pada sendi ini, ujung tulang yang satu dapat mengitari ujung tulang yang lain. Bentuk seperti ini memungkinkan gerakan rotasi dengan satu poros. Misalnya sendi antara tulang hasta dan pengumpil, dan sendi antara tulang atlas dengan tulang tengkorak.
e. Sendi peluru
Pada sendi ini, kedua ujung tulang berbentuk lekuk dan bongkol. Bentuk ini memungkinkan gerakan bebas ke segala arah dan berporos tiga. Misalnya sendi antara tulang gelang bahu dan lengan atas, dan antara tulang gelang panggul dan paha.
f. Sendi pelana
Pada sendi pelana, kedua ujung tulang membentuk sendi seperti pelana dan berporos dua, tetapi dapat bergerak lebih bebas . Misalnya sendi antara tulang telapak tangan dengan pergelangan tangan.
PENGANTAR ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
PENGANTAR ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
l Sikap anatomi
àsuatu keadaan ketika tubuh berdiri tegak menghadap ke depan, tangan dan kaki dirapatkan (seperti dalam keadaan bersiap)
Istilah Umum Anatomi-Fisiologi
l Penyakit dan nama dari alat-alat tubuh dalam bahasa latin
l Penting dan harus diperhatikan karena setiap nama ada artinya.
l Harus mengerti maksud dari perkataan itu sehingga dapat dihubungkan dengan alat yang sesuai dengan nama itu.
Kata benda untuk menyatakan bangunan yang menonjol :
l Epikondilus à Benjolan buku tulang yang bukan persendian.
l Kondilus à Buku tulang (tonjolan bulat di ujung tulang) merupakan bagian dari sendi.
l Krista à Penonjolan berbentuk garis yang lebar (tepi tulang) terdapat di antara dua buah tulang.
l Linea à Penonjolan tulang berbentuk garis yang rata.
l Pekton à Pinggir atau balung.
l Prosesus àTaju (penonjolan tulang) yang agak tajam.
l Tuberkulum à Penonjolan tulang berbentuk bulat kecil.
l Tuberositas à Penonjolan tulang berbentuk bulat besar.
Kata benda yang menyatakan bangun lengkung :
l Fossa à Lekuk tulang yang luas pada permukaan tulang.
l Fossula à Lekuk tulang yang kecil pada permukaan tulang.
l Fovea à Lekuk tulang yang agak rata.
l Foveola à Lekuk kecil yang agak rata pada tulang.
l Insisura à Takik berbentuk huruf V.
l Sulkus à Alur/celah yang memanjang terdapat pada tulang.
Kata benda yang menyatakan lubang, saluran atau ruangan :
l Apertura à Pintu atau bolongan.
l Duktus à Lubang atau buluh.
l Fissura à Celah atau retak.
l Foramen à Lubang bulat tempat pembuluh darah dan saraf.
l Kanalis à Lubang berbentuk saluran.
l Kavum à Rongga atau ruangan.
l Meatus à Liang atau pintu saluran.
l Sellula à Ruang kecil.
Kata sifat yang menyatakan arah :
l Dorsalis/posterior à lebih kebelakang/bagian belakang.
l Kaudalis à Lebih dekat/berhubungan dengan ekor.
l Kranialis à Lebih dekat/berhubungan dengan kepala.
l Lateralis à Lebih jauh dari garis tengah.
l Medialis à Lebih dekat pada garis tengah.
l Ventralis/anterior à Lebih ke depan/bagian depan.
Kata sifat yang menyatakan bidang :
l Frontal/Koronal à Bidang yang tegak lurus pada bidang sagital dan sejajar dengan permukaan perut/permukaan dahi.
l Median à Bidang tengah, bidang yang membagi tubuh menjadi dua bagian yang hampir sama.
l Sagital à Bidang yang sejajar dengan median.
l Tranversal à Bidang melintang tegak lurus pada arah panjang badan.
Kata sifat untuk menyatakan arah :
l Anterior à Ke arah depan.
l Distal à Lebih dekat dengan ujung anggota.
l Dorsal à Ke arah belakang.
l Inferior à Ke arah bawah tubuh yang berdiri.
l Kaudal à Ke arah ekor.
l Kranial à Ke arah kepala.
l Lateral à Ke arah samping/menjauhi tengah.
l Longitudinal à Membujur/kearah ukuran panjang.
l Medial à Ke arah tengah menuju bidang median
l Perifer à Menuju permukaan tubuh.
l Plantar à Ke arah telapak kaki.
l Posterior à Ke arah belakang.
l Radialis à Sebelah arah tulang pengumpil.
l Superior à Ke arah atas tubuh yang berdiri.
l Transversal à Melintang.
l Ulnarus à Sebelah arah tulang hasta.
l Ventral à Ke arah depan /abdomen.
l Volaris à Ke arah telapak tangan.
Menurut daerah dalam tubuh :
l Epigastrik à Daerah ulu hati, bagian tengah atas perut.
l Hipogastrika à Bagian bawah perut.
l Hipokondrial dekstra à Daerah samping atas perut sebelah kanan.
l Hipokondrial sinistra à Daerah samping atas perut sebelah kiri.
l Ileum dekstra à Daerah tulang usus kanan.
l Ileum sinistra à Daerah tulang usus kiri.
l Lumbal dekstra à Pinggang kanan.
l Lumbal sinistra à Pinggang kiri.
l Umbilikus à Pusar.
Arah Pergerakan :
l Abduksio à Menjauhkan dari tubuh.
l Adduksio à Mendekat/menuju tubuh.
l Ekstensio à Meluruskan kembali.
l Fleksio à Melipat atau membengkokkan.
l Rotasio àGerakan paksi atau memutar.
l Sirkumdaksio à Gerakan sirkuler.
Istilah penting lain :
l Abdomen à Rongga perut.
l Ante brakhii à Lengan bawah.
l Brakhium à Lengan atas.
l Breve à Pendek.
l Dekstra à Bagian kanan.
l Ekstremitas à Anggota gerak.
l Eksternus à Bagian luar.
l Falangus à Jari-jari/ruas jari.
l Femoris à Tungkai atas.
l Internus à bagian dalam.
l Kaput à Kepala.
l Kauda à Ekor.
l Kolum à Leher.
l Korpus à Badan.
l Kruris à Tungkai Bawah.
l Longus à Panjang.
l Magna à Besar.
l Mantis à Tangan.
l Minima à Kecil.
l Oblikus à Miring.
l Pedis à Kaki.
l Pelvis à Rongga panggul.
l Planta pedis à Telapak kaki.
l Profunda à Sebelah kanan.
l Rekta à Lurus.
l Sinistra à Bagian kiri.
l Superfisial à Sebelah luar.
l Torak à Rongga dada.
l Trunkus à Batang badan.
l Volarmanus à Telapak tangan
Ilmu yang mempelajari bagian
Tubuh tertentu :
l Artrologi à Ilmu yang mempelajari tentang sendi (penyakit sendi)
l Dermatologi à Ilmu yang mempelajari tentang kulit (penyakit kulit)
l Gastrologi à Ilmu yang mempelajari tentang saluran pencernaan, terutama lambung dan usus (penyakit usus dan lambung)
l Kardiologi à Ilmu yang mempelajari tentang jantung (penyakit jantung)
l Miologi à Ilmu yang mempelajari tentang otot.
l Neurologi à Ilmu yang mempelajari tentang persarafan (penyakit saraf)
l Oftalmologi à Ilmu yang mempelajari tentang mata (penyakit mata)
l Osteologi à Ilmu yang mempelajari tentang tulang (penyakit tulang)
l Urologi à Ilmu yang mempelajari tentang saluran kemih, dan sistem reproduksi (penyakit saluran kencing).
Cairan Tubuh
l Air beserta unsur-unsur di dalamnya yang diperlukan untuk kesehatan sel disebut cairan tubuh.
l Cairan ini sebagian berada di luar sel (ekstraselular) dan sebagian lagi di dalam sel (intraselular)
Cairan tubuh terdiri dari :
l Cairan intraselular (dalam sel), 50% dari berat badanletaknya di dalam sel dan mengandung elektrolit, kalium fosfat dan
bahan makanan seperti glukosa dan asam amino. Kerja enzim dalam sel sifatnya konstan, memecahkan dan membangun kembali sebagaimana dalam semua metabolisme untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
l Cairan ektsraselular atau interstisial (diluar sel), membentuk 30% cairan dalm tubuh (kurang lebih 12 liter). Air ini merupakan medium di tengah sel hidup. Sel menerima garam, makanan, oksigen, dan melepaskan semua hasil buangannya ke dalam cairan itu juga.
l Plasma darah, 5% dari berat tubuh (3 liter), merupakan sistem transpor yang melayani semua sel melalui medium cairan ekstraselular.
Pertukaran cairan dalam jaringan :
l Cairan dalam plasma berada di bawah tekanan hidrostatik lebih besar daripada tekanan interstisial, oleh karena itu cairan cenderung keluar dari pembuluh kapiler.
l Di dalam plasma ada protein, sedangkan cairan interstisial mengandung sedikit protein, protein plasma ini mengeluarkan tekanan osmotik yang berusaha mengisap cairan masuk pembuluh kapiler.
l Pada Ujung kapiler arteri, tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan osmotik, yang imbangan kekuatan mendorong cairan masuk jaringan, sedangkan pada ujung
kapiler vena tekanan hodrostatik kurang, tekanan osmotik mengatasinya dan menarik kembali cairan masuk kapiler.
l Secara normal cairan yang meninggalkan kapiler lebih banyak daripada cairan yang kembali masuk ke dalamnya, kelebihna ini disalurkan melalui limfe (getah bening).
l Pertukaran antara cairan intraselular dan ekstraselular juga bergantung pada tekanan osmotik, akan tetapi membran sel mempunyai permeabilitas selektif dan dilalui oleh beberapa bahan seperti oksigen, karbon dioksida dan ureum secara bebas.
l Mekanisme ini memompakan bahan lain masuk atau ke luar untuk mempertahankan konsentrasi dalam cairan intraselular dan ekstraselular, misalnya, kalium dikonsentrasikan dalam cairan intraselular sedangkan natrium dipompakan ke luar.
Fisiologi cairan tubuh dan darah :
l Pencegahan kehilangan darah, apabila pembuluh darah terputus atau pecah, dilakukan oleh berbagai mekanisme yaitu cairan tubuh dan darah.
l Dalam pengaturan yang mempertahankan kekonstanan cairan tubuh diperlukan adanya pengaturan voluma cairan tubuh, cairan ekstraseluler, keseimbangan asam dan basa, kontrol pertukaran antara kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler.
l Keseimbangan cairan, dalam tubuh yang sehat, 60% dari berat badan adalah air yang terdiri dari dua komponen : ⅔ bagian cairan intraseluler (65% dari cairan tubuh) dan ⅓ bagian cairan ekstraseluler (35% dari cairan tubuh).
Keseimbangan cairan tubuh :
l Air masuk ke dalam tubuh :
1. Air minum 1500-2000 ml/hari.
2. Air yang ada dalam makan 700 ml/hari.
3. Air yang dihasilkan tubuh sendiri 200 ml/hari.
- Jumlah 2400-2900 ml/hari.
l Air tubuh yang keluar :
1. Ekskresi ginjal 1400-1900 ml/hari.
2. Ekspirasi pernapasan 350 ml/hari.
3. Keringat 100 ml/hari.
4. Dengan cara difusi 350 ml/hari.
5. Air dalam feses 200 ml/hari.
- Jumlah 2400-2900 ml/hari.
Homeostasis :
l Pengaturan fisiologis digunakan untuk mengembalikan keadaan normal apabila terganggu.
l Pengaturan sifat pendaparan dilakukan oleh ginjal dan pernapasan.
l Cairan tubuh merupakan objek homeostatis karena cairan tubuh diatur keseimbangan bermacam-macam elektrolit.
l Homeostasis juga mengatur keseimbangan asam dan basa.
l Cairan tubuh diatur agar suhunya selalu konstan 37º C dengan cara mekanisme produksi dan pelepasan panas.
Distribusi cairan tubuh :
1. Cairan intrasel, cairan yang berada di dalam sel di bawah suatu bentuj pengendalian karena membran sel bersifat permeabel dan cairan dalam sel harus mempunyai mekanisme tertentu untuk mencegah masuknya air yang tidak terkendali dan mengeluarkan cairan secara terkendali. Volume air dalam sel tidak dapat di ukur.
2. Cairan ekstrasel, cairan yang berada di luar sel atau di antara sel (dalam jaringan), terdiri dari volume CES yang sukar diukur karena batas ruang yang sukar ditetapkan.
CES terdiri dari :
a. Cairan interstisial, cairan yang berada di antara sel jaringan.
b. Cairan intravaskuler (plasma), cairan yang berada dalam pembuluh darah yang membawa oksigen ke dalam jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida.
c. Cairan limfe, cairan yang berada dalam pembuluh limfe yang mengangkut partikel protein ke dalam pembuluh darah.
d. Cairan transeluler, cairan yang berada di tempat khusus, misalnya cairan otak, cairan sendi, cairan bola mata, dll.
Satuan pengukuran zat terlarut :
l Konsentrasi zat terlarut tertentu dapat dinyatakan dalam miligram/desiliter (mg/dl), milimol/liter atau mM/:miliequivalen/liter (mEq/l) atau miliosmol/ki: 10 g atau liter (mOsmol/kg atau mOsmol/L)
l mEq = Berat molekul (atom) dalam mg
Valensi
l mOsmol = Berat molekul atom dalam mg
n (partikel yang menghasilkan tekanan osmotik
Fungsi elektrolit :
1. Membantu perpindahan cairan antara ruangan di dalam sel dan di luar sel.
2. Mengatur keseimbangan asam-basa dan menentukan pH darah dengan adanya sistem buler.
3. Perbedaan komposisi elektrolit di CES dan CIS menimbulkan perpindahan yang menghasilkan impuls-impuls saraf dan mengakibatkan kontraksi otot.
Prinsip dasar osmosis dan tekanan osmotik
1. Cairan isotonik, Jika suatu sel dimasukan pada suatu larutan dengan zat terlarut impermeabel (tidak dapat dilewati), sel tidak mengerut atau membengkak karena keseimbangan antara cairan intrasel dan ekstrasel.
2. Cairan hipotonik, sebuah sel dimasukan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah maka air akan berdifusi ke dalam sel, sel akan membengkak mengencerkan cairan intraseluler sampai kedua larutan mempunyai osmolitas yang sama.
3. Cairan hipertonik, sel dalam larutan konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih tinggi maka air akan mengalir keluar dari sel dan masuk ke dalam cairan ekstrasel dan sel akan mengerut.